Baru kali ini Indonesia dipimpin oleh kepala negara yang Bodoh
Published: Selasa, 06 Oktober 2015
On Oktober 06, 2015
Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) memandang rezim Jokowi-JK telah sukses menciptakan sejarah di Indonesia, karena dianggap kerap melakukan intervensi hukum dan membikin kegaduhan politik ditengah ekonomi dalam negeri sedang terpuruk.
“Aneh bin ajaib, dinegeri ini baru kali pertama, Indonesia dipimpin oleh Jokowi-JK sebagai ‘Kepala Pemerintahan’ sekaligus ‘Kepala Negara’ yang menoreh predikat ‘Presiden dan Wapres’ yang tak paham dengan ilmu hukum tata negara dan ilmu komunikasi politik sepanjang berdirinya Indonesia di mata dunia Internasional. Ini adalah yang tergoblok,” demikian disampaikan Ketua Dewan Presidium Jari 98 Willy Prakarsa, Senin (5/10/2015).
Sebelumnya, peristiwa intervensi hukum itu di awali saat Kepolisian menetapkan status tersangka atas Ketua dan Wakil Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, termasuk bekas Wamenkumham Denny Indrayana dalam kasus gate payment. Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka karena pemalsuan dokumen, sementara Bambang Widjojanto ditetapkan tersangka oleh Bareskrim diduga telah melakukan pengerahan saksi palsu.
Dikatakan Willy, rezim Jokowi-JK kerap menjadikan institusi Polri sebagai bantalan penutup aib dan dosa sebagai pengalihan issue ditengah Rupiah terpuruk atas Dollar, dan masyarakat dihadapkan pada gejolak sosial yakni PHK massal yang akan terjadi hampir ditiap pelosok negeri.
“Harusnya kinerja Polri itu di apresiasi bukannya malah korps baju coklat itu terus di kriminalisasi oleh rezim Jokowi-JK,” ungkap dia.
Willy melanjutkan, harusnya Jokowi memahami bahwa Presiden itu adalah jabatan politik, dan hukum adalah bagian dari produk politik. Lanjut aktivis 98, kasus Samad dan BW itu sudah P21, maka itu domainnya adalah Pengadilan, bukan berarti Jokowi mengamini para akademik di Solo Jateng beberapa hari lalu agar kasus BW itu di SP3 alias dihentikan penyidikannya.
“Para oknum akademik yang meminta Jokowi agar SP3 kasus BW itu terlalu aneh, dan mereka sudah kebelinger semua alias tak paham hukum,” kata dia.
Menurut Willy, harusnya mereka yang ikut mendorong dan mengawal kasus BW di Pengadilan itu mengikuti proses hukum yang berlaku. Sebab, kata dia, benar dan salahnya BW akan terang benderang setelah hakim memutuskannya lewat vonis.
“Berarti itu ada indikasi upaya mengkriminalisasi Polri dengan mengintervensi hukum yang berlaku,” ujar Willy.
Lebih jauh, Willy menyarankan daripada Jokowi-JK selalu ikut campur dan intervensi yang domain penegak hukum, maka kedepan baiknya Jokowi-JK berkaca diri dari apa yang dihasilkan selama ini untuk kesejahteraan rakyat.
“Jangan sampai revolusi mental pada akhirnya rakyat yang akan merevolusi mentalnya Jokowi-JK. Menggali potensi dari manajemen konflik kayak begini, nyaris seperti teori komunis yang bersembunyi dibalik Nawacita. Toh faktanya rakyat tambah sengsara dipimpin oleh orang gila blusukan,” pungkas dia. [ba1]
Sumber : OnlineIndo